Pemerintah Tiongkok kembali mengetatkan regulasi terhadap tayangan anime, kali ini dengan melarang cerita yang menampilkan romansa di kalangan pelajar sekolah menengah dan tema pemberontakan atau penggulingan pemerintah. Kebijakan ini dikeluarkan sebagai upaya untuk menyelaraskan konten hiburan dengan nilai-nilai ideologi negara. Meski tidak disebutkan secara rinci jumlah judul yang terdampak, langkah ini jelas mempersempit ruang gerak kreator dalam menayangkan karya mereka di Tiongkok, salah satu pasar terbesar untuk anime global.
Tak hanya anime, kebijakan serupa juga diterapkan pada drama lokal, dengan pembatasan maksimal 40 episode per judul. Anime populer seperti Code Geass, The Dangers in My Heart, bahkan One Piece pun dinilai berisiko terkena sensor akibat narasi perlawanan terhadap kekuasaan. Sebelumnya, Attack on Titan juga sempat dilarang tayang karena kontennya dianggap terlalu brutal. Dengan aturan ini, proses distribusi anime ke Tiongkok semakin rumit karena harus melewati penyensoran ketat yang berdampak pada jadwal rilis dan alur produksi.
Produksi satu episode anime kini bisa menelan biaya 20–80 juta yen, jauh lebih mahal dibandingkan produksi program live-action. Namun, krisis animator berpengalaman memperparah kondisi, membuat banyak studio harus merekrut staf baru yang minim pengalaman. Di sisi lain, Jepang mulai menghidupkan kembali slot tayangan anime malam di stasiun TV besar seperti TV Asahi dan Fuji TV. Sayangnya, pembatasan dari Tiongkok bisa menjadi batu sandungan bagi cita-cita globalisasi industri anime Jepang di masa depan.